Cerita Hot Masa Kini - Namaku Winie, umurku sudah 35 tahun
dengan dua orang anak yang sudah beranjak dewasa. Kedua anakku
disekolahkan di luar negeri semua sehingga di rumah hanya aku dan su`mi
serta dua orang pembantu yang hanya bekerja untuk membersihkan perabot
rumah serta kebun, sementara menjelang senja mereka pulang.
Suamiku sebagai seorang usahawan
memiliki beberapa usaha di dalam dan luar negri. Kesibukannya membuat
suamiku selalu jarang berada di rumah. Bila suamiku berada di rumah
hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi sekali dia sudah
kembali leyap dalam pandangan mataku.
Hari-hariku sebelum anakku yang bungsu
menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu menuntut ilmu di luar negeri
terasa menyenangkan karena ada saja yang dapat kukerjakan, entah itu
untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun membantunya dalam pelajaran.
Namun semenjak tiga bulan setelah anakku
berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih
lagi bila suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang berada di
luar negeri, bisa meninggalkan aku sampai 2 mingguan lamanya.
Aku tidak pernah ikut campur urusan
bisnisnya itu sehingga hari-hariku kuisi dengan jalan-jalan ke mall
ataupun pergi ke salon dan terkadang melakukan senam. Sampai suatu hari
kesepianku berubah total karena supirku. Suatu hari setibanya di rumah
dari tempatku senam supirku tanpa kuduga memperkosaku.
Seperti biasanya begitu aku tiba di
dalam rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke
dalam rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar
menuju lantai dua dimana kamar utama berada.
Cerita Seks - Begitu kubuka pintu kamar, aku langsung
melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat pintu masuk dan aku
langsung melepas pakaian senamku yang berwarna hitam hingga tinggal BH
dan celana dalam saja yang masih melekat pada tubuhku. Saat aku berjalan
hendak memasuki ruang kamar mandi aku melewati tempat rias kaca
milikku.
Sesaat aku melihat tubuhku ke cermin dan
melihat tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang dan
berbentuk mirip perut padi, lalu mataku mulai beralih melihat pinggulku
yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil kemudian aku
menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih menonjol dengan
kencangnya.
Kemudian kuperhatikan bagian atas
tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH terlihat jelas lipatan
bagian tengah, terlihat cukup padat berisi serta, “Ouh.. ngapain kamu di
sini!” sedikit terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi
kemolekan tubuhku sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada
kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku
yang tadi lupa kututup.
“Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!” bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka.
Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku.
“Aris.. Saya sudah bilang cepat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot.
“silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku.
“silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku.
Sepintas kulihat celah jendela yang
berada di sampingku dan ternyata memang hujan sedang turun dengan lebat,
memang ruang kamar tidurku cukup rapat jendela-jendelanya hingga hujan
turun pun takkan terdengar hanya saja di luar sana kulihat dedaunan dan
ranting pohon bergoyang tertiup angin kesana kemari.
Detik demi detik tubuh supirku semakin
dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin
berdetak kencang dan tubuhku semakin menggigil karenanya. Aku pun mulai
mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat
apa saat itu sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku.
“Mas.. jangan!” kataku dengan suara gemetar.
“Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet.
“Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet.
“Jangan..!” jeritku, begitu supirku yang
sudah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku hingga tubuhku
langsung terpental jatuh di atas ranjang dan dalam beberapa detik
kemudian tubuh supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang
telentang.
Aku terus berusaha meronta saat supirku
mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang
terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kakiku untuk
menendang-nendangnya terus membuat supirku juga kewalahan hingga sulit
untuk berusaha menciumi aku sampai aku berhasil lepas dari himpitan
tubuhnya yang besar dan kekar itu.
Begitu aku mendapat kesempatan untuk
mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak
namun aku masih kalah cepat dengannya, supirku berhasil menangkap celana
dalamku sambil menariknya hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir
ranjang kembali dan celana dalam putihku tertarik hingga bongkahan
pantatku terbuka.
Namun aku terus berusaha kembali
merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya. Lagi-lagi aku kalah cepat
dengan supirku, dia berhasil menangkap tubuhku kembali namun belum
sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku
terasa kejatuhan benda berat hingga tidak dapat bergerak lagi.
“Aris.. Jangan.. jangan.. mas..” kataku berulang-ulang sambil terisak nangis.
Rupanya supirku sudah kesurupan dan lupa
siapa yang sedang ditindihnya. Setelah melihat tubuhku yang sudah mulai
kecapaian dan kehabisan tenaga lalu supirku dengan sigapnya menggenggam
lengan kananku dan menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan
kiriku yang kemudian dia mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan
apa dia mengikatnya.
Setelah itu tubuhnya yang masih berada
di atas tubuhku berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku
digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk. Lalu kurasakan
pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Setelah itu kaki kiriku
yang mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku.
“Saya ingin mencicipi ibu..” bisiknya dekat telingaku.
“Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.” katanya lagi dengan suara nafas yang sudah memburu.
“Tapi saya majikan kamu Ris..” kataku mencoba mengingatkan.
“Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7 malam berarti saya sudah bebas tugas..” balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan.
“Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku.
“Tapi malam ini Bu Winie harus mau melayani saya,” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli.
“Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.” katanya lagi dengan suara nafas yang sudah memburu.
“Tapi saya majikan kamu Ris..” kataku mencoba mengingatkan.
“Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7 malam berarti saya sudah bebas tugas..” balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan.
“Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku.
“Tapi malam ini Bu Winie harus mau melayani saya,” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli.
Setelah supirku melepas pakaiannya
sendiri lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang. Aku dapat melihat
tubuh polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai
pahaku melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku.
Tubuhku kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala
ranjang lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip
anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya.
Tangan kirinya menahan pundakku sehingga
kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan terlihat otot dadanya
berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul,
pahaku dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu.
“Aris.. jangan Ris.. jangan!” ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya.
Namun Aris, supir mesum ku tidak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku.
“Ouh.. zzt.. Euh..” desisku panjang
dengan tubuh menegang menahan geli serta seperti terkena setrum saat
kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku.
Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku.
“Mass.. Eee” rintihku lebih panjang lagi
dengan bergetar sambil memejapkan mata ketika kurasakan jemarinya mulai
mengusap-usap belahan bibir vaginaku.
Tangan Mas Aris terus menyentuh dan
bergerak dari bawah ke atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas
lagi dengan perlahan sampai beberapa kali. Lalu mulai sedikit menekan
hingga ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang
mulai terasa berdenyut-denyut, gatal dan geli.
Tangannya yang terus meraba dan
menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi
naik dengan cepatnya, apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah
mendapatkan kehangatan lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk.
Entah siapa yang memulai duluan saat
pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibirnya
saling berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar
dari dalam mulut masing-masing.
“Ouh.. Winie.. wajahmu cukup merangsang sekali Winie..!” ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu.
Setelah berkata begitu tubuhku ditarik
hingga buah dadaku yang menantang itu tepat pada mukanya dan kemudian,
“Ouh.. mas..” rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan
menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti setelah mulutnya dengan
langsung memagut buah dadaku yang ranum itu. Kurasakan mulutnya
menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil punting susuku sambil
sekali-kali menarik-narik dengan giginya.
Entah mengapa perasaanku saat itu
seperti takut, ngeri bahkan sebal bercampur aduk di dalam hati, namun
ada perasaan nikmat yang luar biasa sekali seakan-akan ada sesuatu yang
pernah lama hilang kini kembali datang merasuki tubuhku yang sedang
dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah.
“Bruk..” tiba-tiba tangan Mas Aris
melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya aku menikmati
sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan melayang-layang itu
hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku. Tidak berapa lama
kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat dengan buas seperti
orang yang kelaparan.
Mendapat serangan seperti itu tubuhku
langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan serta erangan suaraku
semakin meninggi menahan geli bercampur nikmat sampai-sampai kepalaku
bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Cukup lama
mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku terlebih-lebih pada bagian
atas lubang vaginaku yang paling sensitif itu.
“Aris.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun
Aar.. riss..” rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang
menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya
saat itu. Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya.
Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan
mengorek-ngorek isi dalamnya.
“Ouh.. Ris..” desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri.
“Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supir mesum ku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya.
“Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supir mesum ku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya.
Setelah puas mulutnya bermain dan
berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu si Aris lalu
mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal
itu.
“Bu Winie.., saya entot sekarang ya..
sayang..” bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang sudah
mendesah-desah. “Eee..” pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal
pahaku ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak setengah
memaksa masuk belahan bibir vaginaku.
“Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi..”
“Aah.. sak.. kiit..!” jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya.
“Aah.. sak.. kiit..!” jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya.
Akhirnya batang penis supirku tenggelam
hingga dalam dibalut oleh lorong kemaluanku dan terhimpit oleh bibir
vaginaku. Beberapa saat lamanya, supirku dengan sengaja, penisnya hanya
didiamkan saja tidak bergerak lalu beberapa saat lagi mulai terasa di
dalam liang vaginaku penisnya ditarik keluar perlahan-lahan dan setelah
itu didorong masuk lagi,
juga dengan perlahan-lahan sekali
seakan-akan ingin menikmati gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong
yang rapat dan terasa bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya
semakin cepat dan cepat sehingga tubuhku semakin berguncang dengan
hebatnya sampai, “Ouhh..”
Tiba-tiba suara supir mesum ku dan
suaraku sama-sama beradu nyaring sekali dan panjang lengkingannya dengan
diikuti tubuhku yang kaku dan langsung lemas bagaikan tanpa tulang
rasanya. Begitu pula dengan tubuh supirku yang langsung terhempas
kesamping tubuhku.
“Sialan kamu Ris!” ucapku memecah kesunyian dengan nada geram.
Setelah beberapa lama aku melepas lelah dan nafasku sudah mulai tenang dan teratur kembali.
“Kamu gila Ris, kamu telah memperkosa
istri majikanmu sendiri, tau!” ucapku lagi sambil memandang tubuhnya
yang masih terkulai di samping sisiku.
“Bagaimana kalau aku hamil nanti?” ucapku lagi dengan nada kesal.
“Tenang Bu Winie.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Winie.” ucapnya dengan tenang.
“Iya.. tapi kan udah telat!” balasku dengan sinis dan ketus.
“Bagaimana kalau aku hamil nanti?” ucapku lagi dengan nada kesal.
“Tenang Bu Winie.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Winie.” ucapnya dengan tenang.
“Iya.. tapi kan udah telat!” balasku dengan sinis dan ketus.
“Tenang bu.. tenang.. setiap pagi ibu
kan selalu minum air putih dan selama dua hari sebelumnya saya selalu
mencampurkan dengan obatnya jadi Bu Winie enggak usah khawatir bakalan
hamil bu,” ucapnya malah lebih tenang lagi.
“Ouh.. jadi kamu sudah merencanakannya,
sialan kamu Ris..” ucapku dengan terkejut, ternyata diam-diam supir
mesum ku sudah lama merencanakannya.
“Bagaimana Bu Winie..?”
“Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Ris..” kataku masih dengan nada kesal dan gemas.
“Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?” tanyanya lagi sambil membelai rambutku.
“Bagaimana Bu Winie..?”
“Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Ris..” kataku masih dengan nada kesal dan gemas.
“Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?” tanyanya lagi sambil membelai rambutku.
Wajahku langsung merah padam mendengar
apa yang baru saja diucapkan oleh supirku, namun dalam hati kecilku
tidak dapat kupungkiri walaupun tadi dia sudah memperkosa dan
menjatuhkan derajatku sebagai majikannya, namun aku sendiri turut
menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan organsime dua kali.
“Kok ngak dijawab sich!” tanya supir mesum ku lagi.
“Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Aris!” kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku.
“Nanti saja yach! Sekarang kita mandi dulu!” ucapnya sambil langsung menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping tempat ranjangku.
“Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Aris!” kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku.
“Nanti saja yach! Sekarang kita mandi dulu!” ucapnya sambil langsung menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping tempat ranjangku.
Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan
kedua tangan dan kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai
keramik berwarna krem muda yang dingin tepat di bawah pancuran shower
yang tergantung di dinding. Setelah itu supirku menyalakan lampu kamar
mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air
dingin yang turun dari atas pancuran shower itu.
Melihat tubuhku yang sudah basah dan
terlihat mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi lalu Aris si supir
mesum ku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di sampingku hingga
tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas.
Mata supirku yang memandangiku seperti
terlihat lain dari biasanya, dia mulai mengusap rambutku yang basah ke
belakang dengan penuh sayang seperti sedang menyayang seorang anak
kecil. Lalu diambilnya sabun cair yang ada di dalam botol dan
menumpahkan pada tubuhku lalu dia mulai menggosok-gosok tubuhku dengan
telapak tangannya. Pinggulku, perutku lalu naik ke atas lagi ke buah
dadaku kiri dan kemudian ke buah dadaku yang kanan.
Tangannya yang terasa kasar itu terus
menggosok dan menggosok sambil bergerak berputar seperti sedang memoles
mobil dengan cairan kits. Sesekali dia meremas dengan lembut buah dada
dan punting susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu naik lagi di
atas buah dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku, kemudian turun lagi
ke lenganku.
“Ah.. mas..” pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku.
Kurasakan telapak tangannya
menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan kemudian membelah bibir
vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah dan cekatan dan kembali
menggosok-gosokkannya hingga sabun cair itu menjadi semakin berbusa.
Setelah memandikan tubuhku lalu dia pun
membasuh tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap bersandar di
bawah pancuran shower. Usai membersihkan badan, supir mesum ku lalu
menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang masih
basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu.
“Saya akan bawakan makanan ke sini
yach!” ucapnya sambil supir mesum ku melilit handuk yang biasa kupakai
kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar kamarku tanpa sempat untuk aku
berbicara.
Sudah tiga tahun lebih aku tidak pernah
merasakan kehangatan yang demikian memuncak, karena keegoisan suamiku
yang selalu sibuk dengan pekerjaan. Memang dalam hal keuangan aku tidak
pernah kekurangan. Apapun yang aku mau pasti kudapatkan, namun untuk
urusan kewajiban suami terhadap istrinya sudah lama tidak kudapatkan
lagi.
Entah mengapa perasaanku saat ini
seperti ada rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang pasti
hatiku yang selama ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja
walaupun dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal.
Supir mesum ku cukup lama meninggalkan
diriku sendirian, namun waktu kembali rupanya dia membawakan masakan
nasi goreng dengan telor yang masih hangat serta segelas minuman
kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada teralis ranjang.
“Biar saya yang suapin Bu Winie yach!” ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya.
“Kamu yang masak Ris!” tanyaku ingin tahu.
“Iya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma tinggal kita berdua, si Wati kan udah saya suruh pulang duluan sebelum hujan tadi turun!” kata supir mesum ku.
“Ayo dicicipi!” katanya lagi.
“Kamu yang masak Ris!” tanyaku ingin tahu.
“Iya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma tinggal kita berdua, si Wati kan udah saya suruh pulang duluan sebelum hujan tadi turun!” kata supir mesum ku.
“Ayo dicicipi!” katanya lagi.
Mulanya aku ragu untuk mencicipi nasi
goreng buatannya, namun perutku yang memang sudah terasa lapar, akhirnya
kumakan juga sesendok demi sesendok. Tidak kusangka nasi goreng
buatannya cukup lumanyan juga rupanya. Tanpa terasa nasi goreng di
piring dapat kuhabisi juga.
“Bolehkan saya memanggil Bu Winie dengan sebutan mbak?” tanyanya sambil membasuh mulutku dengan tissue.
“Boleh saja, memang kenapa?” tanyaku.
“Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya.”
“Boleh saja, memang kenapa?” tanyaku.
“Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya.”
Kalau saya boleh manggil Mbak Winie,
berarti Bu Winie eh.. salah maksudnya Mbak Winie, panggil saya Bang aja
yach!” celetuknya meminta.
“Terserah kamu saja ” kataku.
“Sudah nggak capai lagi kan Mbak Winie!” sahut supir mesum ku.
“Memang kenapa!?” tanyaku.
“Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali.
“Sudah nggak capai lagi kan Mbak Winie!” sahut supir mesum ku.
“Memang kenapa!?” tanyaku.
“Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali.
Sejujurnya aku tidak rela tubuhku
diperkosanya namun aku tidak mampu untuk menolak permintaannya yang
membuat tubuhku dapat melayang-layang di udara seperti dulu saat aku
pertama kali menikah dengan suamiku.
No comments:
Post a Comment